Pro-Kontra Anak Bermasalah Dibina di Barak Militer

0
8

Penulis : Imam Syafei Adalah Mahasiswa Penmas UPI

INDONESIABERBISNIS.ID- ARTIKEL, Belakangan ini media massa diramaikan dengan pemberitaan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang membuat kebijakan kontroversial dengan mengirim anak-anak yang bermasalah ke barak militer. Kebijakan Gubernur Jawa Barat ini menargetkan anak-anak yang terlibat dalam aksi tawuran, bolos sekolah, balapan liar, main judi online, mabuk, dan sering  melawan orang tua. Di barak militer ini anak-anak akan dibina selama 6 bulan hingga 1 tahun.

Sontak kebijakan Kang Dedi tersebut menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat, khususnya para ahli. Rachmad Kristiono Dwi Susilo selaku Dosen Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) mengkritik bahwa langkah Gubernur Jawa Barat hanya sekadar percobaan kebijakan yang berisiko, bukan memberikan solusi yang berbasis pada ilmu pengetahuan. Pendekatan militer terhadap pembinaan karakter anak justru mencerminkan adanya krisis kepercayaan terhadap sistem pendidikan formal yang sudah ada. Pembinaan akhlak dan perilaku anak tidak dapat diserahkan pada satu institusi saja.

Bahkan, Ketua Dewan Pakar Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK), Itje Chodidjah menegaskan, pemerintah dianggap berlebihan dalam generalisasi karakter anak yang tidak baik kemudian dimasukkan ke dalam didikan militer. Kategori siswa yang dianggap tidak baik itu juga berpotensi bias.

Tak sedikit juga pihak yang mendukung program Gubernur Jawa Barat ini, salah satunya Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai yang menilai kebijakan Kang Dedi sebagai upaya yang sangat baik untuk memperbaiki karakter anak-anak yang bermasalah selama itu tidak dilakukan dengan hukuman fisik.

Apapun respons masyarakat, kebijakan mengirim anak bermasalah ke barak militer perlu kajian yang mendalam. Kejian ini harus dilakukan karena menyangkut hak anak dan dampak negatif yang dapat ditimbulkan di kemudian hari. Kebijakan ini berpotensi melanggar prinsip perlindungan anak dan perlu mempertimbangkan berbagai alternatif solusi untuk mengatasi kanakalan anak.

Peran Orang Tua dan Guru

Harus kita akui bahwa kenakalan remaja sudah semakin parah. Tawuran pelajar, pengeroyokan guru, penggunaan obat-obatan terlarang, seks bebas, balapan liar, pencurian, dan judi online adalah sederet bukti krisis akhlak menimpa sebagain besar generasi bangsa saat ini. Kondisi ini perlu menjadi perhatian bersama agar kemerosotan moral tersebut tidak berkepanjangan. Dalam konteks inilah, penguatan pendidikan karakter perlu terus diupayakan. Pendidikan karakter merupakan fondasi penting dalam membentuk individu agar memiliki keluhuran akhlak.

Orang tua memiliki peran strategis dalam membentuk karakter anak. Karenanya, di saat anak mengalami krisis moral orang tua perlu sigap menyikapinya dan mengoptimalkan perannya sebagai pendidik utama di rumah. Penanaman karakter ini sangat penting, bahkan lebih penting dari kemampuan akademik. Setinggi apa pun ilmu yang dimiliki tak akan mendatangkan manfaat bila tak didasari dengan karakter yang baik.

Guru juga memiliki tanggung jawab dalam mencetak generasi muda yang cerdas sekaligus berakhlak mulia. Artinya, guru tidak hanya mendorong para siswa agar berprestasi secara akademik, tetapi juga perlu menanamkan nilai-nilai akhlak kepada diri mereka. Penanaman karakter bisa melalui kegiatan ekstrakurikuler yang berfokus pada pengembangan kepemimpinan, meningkatkan keterampilan dan memiliki karakter luhur seperti kejujuran, tanggung jawab, dan saling menghormati.

Meski demikian, program mengirim anak ke barak militer bisa saja dijadikan opsi terakhir bila orang tua dan sekolah sudah tidak mampu lagi membina anak yang bermasalah. Dengan kata lain, kebijakan ini merupakan pilihan terakhir dan pihak pemerintah daerah perlu mengkaji secara mendalam dengan para ahli, pemerintah pusat, pihak sekolah dan orang tua apabila program tersebut benar-benar ingin diterapkan.